BATAS KEWENANGAN PROFESI HUKUM YANG MELIPUTI: NOTARIS, ADVOKAT DAN
KEPOLISIAN
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hukum pada hakekatnya adalah perlindungan kepentingan manusia, yang
merupakan pedoman tentang bagaimana sepatutnya orang harus bertindak. Hukum
harus ditaati, dilaksanakan, dipertahankan dan ditegakkan.
Hukum berupaya menjaga dan mengatur keseimbangan antara kepentingan atau
hasrat individu yang egoistis dan kepentingan bersama agar tidak terjadi
konflik. Kehadiran hukum justru mau menegakkan keseimbangan perlakuan antara
hak perorangan dan hak bersama. Oleh karena itu, secara hakiki hukum haruslah
pasti dan adil sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Hal tersebut menunjukkan pada
hakikatnya para penegak hukum (hakim, jaksa, Notaris, Advokat, dan polisi)
adalah pembela kebenaran dan keadilan sehingga para penegak hukum harus
menjalankan dengan itikad baik dan ikhlas, sehingga profesi hukum merupakan
profesi terhormat dan luhur (officium nobile). Oleh karena mulia dan terhormat,
profesional hukum sudah semestinya merasakan profesi ini sebagai pilihan dan
sekaligus panggilan hidupnya untuk melayani sesama di bidang hukum.
Akan tetapi, ironisnya para profesi hukum kurang memiliki kesadaran dan
kepedulian sosial. Hal ini dapat dilihat para pakar hukum menjadi orang-orang
sewaan yang dibayar mahal oleh kliennya, pelayanan hanya diberikan kepada
orang-orang yang berdiut saja.
Oleh karena itu, makalah ini dibuat untuk menjelaskan tentang tugas-tugas
dari para penegak hukum dan kewenangannya. Dengan mengetahui tugas dan
kewenangan para penegak hukum kita bisa menilai tugas mereka, sesuai atau tidak
sesuai.
B.
Rumusan
masalah
1.
Bagaimana
pengertian profesi hukum dan batas kewenangan profesi hukum?
2.
Bagaimana
batas kewenangan Notaris?
3.
Bagaimana
batas kewenangan Advokat ?
4.
Bagaimana
batas kewenangan kepolisian ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
dan batas kewenangan profesi hukum
1.
Pengertian
profesi hukum
Dalam
kamus besar bahasa Indonesia di jelaskan pengertian profesi adalah bidang
pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran dan
sebagainya) tertentu.
Sejalan
dengan pengertian profesi diatas, Habeyb menyatakan bahwa profesi adalah
pekerjaan dengan keahlian khusus sebagai mata pencarian. Sementara itu menurut
Kamaruddin, profesi ialah suatu jenis pekerjaan yang karena sifatnya menuntut
pengetahuan yang tinggi, khusus dan latihan yang istimewa.[1]
Profesi
adalah pekerjaan tetap bidang tertentu berdasarkan keahlian khusus yang
dilakukan secara bertanggung jawab dengan tujuan memperoleh penghasilan.
Sedangkan, profesi hukum adalah profesi untuk mewujudkan ketertiban
berkeadilan yang memungkinkan manusia dapat menjalani kehidupannya secara wajar
(tidak perlu tergantung pada kekuatan fisik maupun finansial). Hal ini
dikarenakan Ketertiban berkeadilan adalah kebutuhan dasar manusia, dan Keadilan
merupakan Nilai dan keutamaan yang paling luhur serta merupakan unsur esensial
dan martabat manusia.[2]
2.
Batas
kewenangan profesi hukum
Pengertian
kewenangan menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah kekuasaan membuat
keputusan memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain.
Berbicara kewenangan memang menarik, karena secara alamia manusia sebagai
mahluk social memiliki keinginan untuk diakui ekstensinya sekecil apapun dalam
suatu komunitasnya,dan salah satu factor yang mendukung keberadaan ekstensi
tersebut adalah memiliki kewenangan.
Secara
pengertian bebas kewenangan adalah hak seorang individu untuk melakukan sesuatu
tindakan dengan batas-batas tertentu dan diakui oleh individu lain dalam suatu
kelompok tertentu.
B.
Profesi
Notaris
Pasal 1
angka 1 Undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN)
menyatakan bahwa yang disebut sebagai Notaris adalah pejabat umum yang
berwenang untuk membuat akta otentik (surat tanda bukti) dan kewenangan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Notaris
adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik
mengenai suatu perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu
peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam
suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan
memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta
itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada
pejabat atau orang lain. Notaris wajib untuk merahasiakan segala sesuatu yang
dipercayakan kepadanya dan tidak boleh menyerahkan salinan-salinan dari
akta-akta kepada orang-orang yang tidak berkepentingan.
Jabatan Notaris adalah jabatan publik namun lingkup kerja mereka berada
dalam konstruksi hukum privat. Sama seperti advokat, Notaris adalah penyedia
jasa hukum yang bekerja untuk kepentingan klien. Dalam konteks ini, hierarki
birokratis tidak mendukung pekerjaan-pekerjaan mereka. Profesi ini memang
diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun aturan hukum positif ini juga
merupakan profesi terbuka, dalam arti setiap orang bisa bertahan, atau keluar
dari profesi tersebut setiap saat.
Notaris memiliki kekuatan alat bukti terkuat dan penuh mempunyai peranan
penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Melalui akta
otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian
hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa.
Dengan perkataan lain, akta otentik yang dibuat oleh Notaris mempunyai kekuatan
pembuktian yang kuat sepanjang tidak dibantah kebenarannya oleh siapa pun,
kecuali bantahan terhadap akta tersebut dapat dibuktikan sebaliknya.
Dalam artian bahwa akta yang dibuat oleh Notaris tersebut mengalami
kebohongan atau cacat, sehingga akta tersebut dapat dinyatakan oleh hakim
sebgai akta yang cacat secara hukum begitu pentingnya keterangan yang termuat
dalam akta tersebut sehingga penulisannya harus jelas dan tegas.
1.
Batas Kewenangan Profesi Notaris
Kewenangan notaris tersebut dalam Pasal 15 dari ayat (1) sampai
dengan ayat (3) UUJN, yang dapat dibagi menjadi ( Habib Adjie, 2008 : 78) :
a. Kewenangan Umum Notaris
Pasal 15 ayat (1) UUJN menegaskan bahwa salah satu kewenangan notaris yaitu
membuat akta secara umum. Hal ini dapat disebut sebagai Kewenangan Umum Notaris
dengan batasan sepanjang :
1. Tidak
dikecualikan kepada pejabat lain yang telah ditetapkan oleh undang-undang.
2. Menyangkut
akta yang harus dibuat adalah akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian
dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum untuk dibuat atau dikehendaki
oleh yang bersangkutan.
3. Mengenai
kepentingan subjek hukumnya yaitu harus jelas untuk kepentingan siapa suatu
akta itu dibuat.
b. Kewenangan Khusus Notaris
Kewenangan
notaris ini dapat dilihat dalam Pasal 15 ayat (2) UUJN yang mengatur mengenai
kewenangan khusus notaris untuk melakukan tindakan hukum tertentu, seperti :
a. Mengesahkan
tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftarkannya
di dalam suatu buku khusus.
b. Membukukan
surat-surat di bawah tangan dengan mendaftarkannya dalam suatu buku khusus.
c. Membuat
salinan (copy) asli dari surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat
uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan.
d. Melakukan
pengesahan kecocokan antara fotokopi dengan surat aslinya .
e. Memberikan
penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.
f. Membuat akta
yang berkaitan dengan pertanahan, atau
g. Membuat akta risalah lelang
c.
Kewenangan Notaris Yang Akan Ditentukan
Kemudian
Dalam Pasal 15 ayat (3) UUJN dengan kewenangan yang akan ditentukan
kemudian adalah wewenang yang berdasarkan aturan hukum lain yang akan datang
kemudian (ius
constituendum) (Habib Adjie, 2008 : 82). Wewenang notaris yang akan
ditentukan kemudian, merupakan wewenang yang akan ditentukan berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Batasan mengenai apa yang dimaksud dengan
peraturan perundang-undangan ini dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 2 UU no. 5
Tahun 1986 tetang Peradilan Tata Usaha Negara (Habib Adjie, 2008 : 83), bahwa :
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan dalam undang-undang ini ialah
semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh Badan
Perwakilan Rakyat Bersama Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di
tingkat daerah, serta semua keputusan badan atau pejabat tata usaha negara,
baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah, yang juga mengikat secara umum.
C. Profesi Advokat
Kedudukan advokat dalam sistem penegakan hukum sebagai penegak hukum dan
profesi terhormat. Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya advokat seharusnya
dilengkapi oleh kewenangan sama dengan halnya dengan penegak hukum lain seperti
polisi, jaksa dan hakim. Kewenangan advokat dalam sistem penegakan hukum menjadi
sangat penting guna menjaga keindependensian advokat dalam menjalanakan
profesinya dan juga menghindari adanya kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh
penegak hukum yang lain.
UU No. 18/2003 tentang Advokat tidak mengatur tentang kewenangan
Advokat di dalam menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai aparat penegak hukum.
Dengan demikian maka terjadi kekosongan norma hukum terkait dengan kewenangan
Advokat tersebut. Perlu diketahui bahwa profesi advokat adalah merupakan organ
negara yang menjalankan fungsi negara.[3]
Dengan demikian maka profesi Advokat sama dengan Kepolisian,
Kejaksaan dan Kehakiman sebagai organ negara yang menjalankan fungsi negara.
Bedanya adalah kalau Advokat adalah lembaga privat yang berfungsi publik
sedangkan Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman adalah lembaga publik. Jika
Advokat dalam menjalankan fungsi dan tugasnya diberikan kewenangan dalam
statusnya sebagai aparat penegak hukum maka kedudukannya sejajar dengan aparat
penegak hukum yang lain. Dengan kesejajaran tersebut akan tercipta keseimbangan
dalam rangka menciptakan sistem penegakan hukum yang lebih baik.
Kewenagan Advokat dari Segi Kekuasaan Yudisial Advokat dalam sistem
kekuasaan yudisial ditempatkan untuk menjaga dan mewakili masyarakat. Sedangkan
hakim, jaksa, dan polisi ditempatkan untuk mewakili kepentingan negara. Pada
posisi seperti ini kedudukan, fungsi dan peran advokat sangat penting, terutama
di dalam menjaga keseimbangan diantara kepentingan negara dan masyarakat. Ada
dua fungsi Advokat terhadap keadilan yang perlu mendapat perhatian. Yaitu
pertama kepentingan, mewakili klien untuk menegakkan keadilan, dan peran
advokat penting bagi klien yang diwakilinya. Kedua, membantu klien, seseorang
Advokat mempertahankan legitimasi sistem peradilan dan fungsi Advokat.
Adapun tugas dari pengacara secara khusus adalah membuat dan
mengajukan gugatan, jawaban, tangkisan, sangkalan, memberi pembuktian, membuat
pembelaan, mendesak segera disidangkan atau diputuskanya perkaranya dan
sebagainya.
Advokat sangat dibutuhkan oleh masyarakat, khususnya masyarakat yang
tersandung perkara hukum, untuk menunjang eksistensi Advokat dalam menjalankan
fungsi dan tugasnya dalam sistem penegakan hukum, maka diperlukan kewenangan
yang harus diberikan kepada Advokat. Kewenangan Advokat tersebut diperlukan
dalam rangka menghindari tindakan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh
aparat penegak hukum yang lain (Hakim, Jaksa, Polisi) dan juga dapat memberikan
batasan kewenangan yang jelas terhadap advokat dalam menjalankan profesinya.
Dalam praktik seringkali keberadaan Advokat dalam menjalankan profesinya
seringkali dinigasikan (diabaikan) oleh aparat penegak hukum. Hal ini
mengakibatkan kedudukan advokat tidak sejajar dengan aparat penegak hukum yang
lain.
Dari kondisi itu tampak urgensi adanya kewenangan advokat didalam
menjalankan fungsi dan tugasnya dalam sistem penegak hukum. Kewenangan advokat
tersebut diberikan untuk mendukung terlaksananya penegakan hukum secara baik.
D. Profesi kepolisian
Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan
lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebagai alat negara
kepolisian secara umum memiliki fungsi dan tugas pokok kepolisian, antara lain:
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Dalam Pasal 2 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Republik Indonesia, “Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan
negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan
hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”.
Dalam Pasal 4 UU No.2 Tahun 2002 juga menegaskan “Kepolisian Negara
RI bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya
keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib, dan tegaknya hukum,
terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat,
serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia”.
Dalam Pasal 18 ayat (1) bahwa “Untuk kepentingan umum pejabat
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri”.
Dalam Pasal 18 ayat (2) bahwa “ Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu
dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan serta Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara Indonesia”.
Dalam Pasal 15 Ayat 2 huruf k, Kepolisian Negara Republik Indonesia
sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya berwenang : melaksanakan
kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian;
Dalam Pasal 16 Ayat (1) huruf l :
Dalam rangka menyelenggarakan tugas dibidang proses pidana, Kepolisian Negara
Republik Indonesia berwenang untuk : mengadakan tindakan lain menurut hukum
yang bertanggung jawab.(ayat 2) Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf l adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan
jika memenuhi syarat sebagai berikut :
a. tidak bertentangan dengan
suatu aturan hukum;
b. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan
tersebut dilakukan;
c. harus patut, masuk akal,
dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
d. pertimbangan yang layak
berdasarkan keadaan yang memaksa; dan
e. menghormati HAM.
Dari
bunyi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Pasal 2 tersebut dapat dilihat dengan
jelas bahwa POLRI dalam kedudukannya sebagai aparat penegak hukum mempunyai
fungsi menegakkan hukum di bidang yudisial, tugas preventif maupun represif.
Sehingga dengan dimilikinya kewenangan diskresi dibidang yudisial yang tertuang
dalam UU No 2 tahun 2002 pada Pasal 18 ayat (1) bahwa “Untuk kepentingan umum
pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri”.
Tentunya dalam melakukan tindakan tersebut harus sesuai dengan Pasal 4 UU No.2
Tahun 2002 yaitu dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Kemudian
istilah Diskresi Kepolisian menurut Pasal 15 Ayat 2 huruf k dikenal
dengan “kewenangan lain” , menurut Pasal 16 Ayat (1) huruf l dikenal
dengan “tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab dan menurut
Pasal 7 ayat 1j KUHAP dikenal dengan istilah “tindakan apa saja menurut hukum
yang bertanggung jawab”.
Dalam
tugas- tugas kepolisian khususnya tindakan penyelidikan dan penyidikan
maka tindakan Diskresi Kepolisian harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. tidak bertentangan dengan suatu aturan
hukum;
Artinya
berjalan sesuai dengan hukum positif maupun hukum lainnya yang berlaku ditempat
dimana Diskresi Kepolisian diambil oleh seorang petugas. Dalam system hukum di
Indonesia dikenal 4 ( empat ) macam sumber hukum antara lain adalah hukum
Negara atau hukum positif, hukum adat istiadat, hukum agama, dan kebiasan-
kebiasaan.
b. selaras
dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;
artinya
tindakan yang diambil diatur dalam aturan tertentu sebagai suatu kewajiban
hukum untuk wajib ditegakkan.
c. harus patut,
masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
artinya
dapat diterima dengan akal yang sehat bagi lingkungan dimana tindakan itu
diambil.
d.
pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa;
artinya
pada pelaksanaannya atau cara penyampaian dilapangan dilakukan berdasarkan
kejadian yang hanya pada saat–saat tertentu (emergencies) tanpa
pengamatan ataupun penelitian yang mendalam tentang apa yang diputuskannya
tersebut.
d. menghormati HAM.
Artinya
sesuai dengan ketentuan HAM dan tidak melanggar ketentuan HAM tersebut.
Adapun
penerapan Diskresi Kepolisian yang tidak dapat dituntut didepan hukum tentunya
adalah diskresi kepolisian yang memiliki dasar hukum untuk melakukan diskresi
seperti yang diatur dalam Pasal 18 Undang- undang No. 2 Tahun 2002 dan Pasal 7
KUHAP, namun tentunya kewenangan ini dapat dilakukan dengan pertimbangan
tertentu sebgai batasan- batasan. Jadi, kewenangan diskresi kini tidak unlimited.
Tindakan diskresi oleh polisi dibatasi oleh:
1. Asas keperluan, bahwa tindakan itu harus benar-benar diperlukan.
2. Tindakan yang diambil benar-benar untuk kepentingan tugas
kepolisian.
3. Asas tujuan, bahwa tindakan yang paling tepat untuk meniadakan
suatu gangguan atau tidak terjadinya suatu kekhawatiran terhadap akibat yang
lebih besar
4. Asas keseimbangan, bahwa dalam mengambil tindakan harus diperhitungkan
keseimbangan antara sifat tindakan atau sasaran yang digunakan dengan besar
kecilnya gangguan atau berat ringannya suatu obyek yang harus ditindak
(MABESPOLRI, 2002:132).
Langkah
kebijaksanaan yang diambil polisi itu biasanya sudah banyak dimengerti oleh
komponen-komponen fungsi didalam sistem peradilan pidana. terutama oleh jaksa.
Langkah kebijaksanaan yang diambil oleh polisi itu menurut M. Faal biasanya
dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
a. Penggunaan hukum adat setempat dirasa lebih efektif dibanding
dengan hukum positif yang berlaku.
b. Hukum setempat lebih dapat dirasakan oleh para pihak antara
pelaku, korban dan masyarakat.
c. Kebijaksanaan yang ditempuh lebih banyak manfaat dari pada
semata-mata menggunakan hukum positif yang ada.
d. Atas kehendak mereka sendiri.
e. Tidak bertentangan dengan kepentingan umum
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Notaris
dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bertanggung jawab penuh terhadap
perbuatan-perbuatan hukum yang akan timbul dikemudian hari dan bahkan tanggung
jawab moril sebagai profesional, kalau merugikan pihak lain, Notaris harus
dapat mempertanggung jawabkan pekerjaannya di muka hukum secara perdata dan
pidana.
2.
Untuk menunjang eksistensi Advokat
dalam menjalankan fungsi dan tugasnya dalam sistem penegakan hukum, maka
diperlukan kewenangan yang harus diberikan kepada Advokat. Kewenangan Advokat
tersebut diperlukan dalam rangka menghindari tindakan kesewenang-wenangan yang
dilakukan oleh aparat penegak hukum yang lain (Hakim, Jaksa, Polisi) dan juga
dapat memberikan batasan kewenangan yang jelas terhadap advokat dalam
menjalankan profesinya.
3.
Diskresi
Kepolisian diatur dalam ketentuan hukum yang ada di Indonesia, khususnya diatur
dalam Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia dan KUHAP.
Dalam Pasal 2
UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, “Fungsi
Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan
keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan kepada masyarakat”.
[1]
Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia ( Cet. I; Jakarta:
Sinar Grafika, 2006 ), h.16.
[2]
Sufirman Rahman dan Qamar
Nurul, Etika Profesi Hukum (
Cet. I; Makassar: Pustaka Refleksi, 2014 ), h.76-77.
[3] Titik
triwulan tutik, pengantar ilmu hukum, (Jakarta: Prestasi Pusaka, 2006)
hlm 251
Tidak ada komentar:
Posting Komentar